Cadangan Minyak Amerika Bagus, Pasar Masih Pantau Perkembangan Konflik Dunia
Menurut Chief Executive Officer Shell, Ben van Beurden, para pemegang kebijakan di Amerika harus mulai menerapkan liberalisasi, diversifikasi dan kerjasama luar negeri dalam mengelola kebijakan energinya. Salah satu cara yang sebaiknya dilakukan adalah dengan membuka kembali akses ekspor minyak ke negara - negara konsumen. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintah agar stabilitas harga tetap terjaga. “Ekspor (minyak) akan meningkatkan neraca perdagangan dan membantu terciptanya sistem ketahanan energi dunia,” ujarnya dalam konferensi energi di Columbia University. Ben van Beurden berpendapat, bahwa arus produksi dan distribusi minyak akan lebih stabil apabila sebagian diekspor ke perusahaan penyulingan di luar negeri. “Hal itu juga akan mencegah lonjakan harga secara tiba-tiba,” tambah van Beurden. Sampai sekarang, baik pihak kongres maupun Gedung Putih belum memberi sinyal akan dicabutnya larangan ekspor minyak. Kedua lembaga tidak mau disalahkan apabila nantinya harga minyak meroket tiba-tiba karena faktor lain yang tidak terkait dengan volume persediaan dalam negeri. Sejak embargo minyak Arab tahun 1970-an, Amerika memberlakukan larangan ekspor energi ke luar negeri untuk menjaga kesejahteraan warganya. Akan tetapi, kebijakan itu sekarang dianggap tidak relevan lagi karena cadangan minyak Amerika sangat berlimpah. Kelimpahan cadangan minyak ini khususnya berkat penggunaan teknologi shale dengan menggali sumber minyak dari permukaan keras. Dalam waktu yang tidak lama lagi, Amerika akan segera menyalip Arab Saudi dan Rusia sebagai produsen minyak mentah terbesar dunia.
Pada bulan Juni lalu, pemerintah memberikan sedikit pelonggaran kepada dua perusahaan, yakni Enterprise Product Partners (EPD.N) dan Pioneer Natural Resources (PXD.N), untuk mengekspor minyak jenis ultra light dari produk minyak kondensasi. Namun sejak saat itu, permintaan untuk ekspor dari perusahaan lainnya belum juga dikabulkan oleh Departemen Perdagangan. Sementara untuk produk gas alam, otoritas energi sudah memperbolehkan beberapa perusahaan melakukan ekspor ke luar negeri mulai awal tahun depan. Beberapa negara sudah antri untuk membeli produksi minyak Amerika karena sumber energi dunia mulai berkurang. Delegasi Korea Selatan sempat bertemu langsung dengan pejabat legislatif di Washington untuk membahas soal kemungkinan ini. Sementara pemerintah Jepang dan Meksiko dalam posisi ‘stand-by’ menunggu lampu hijau soal kapan dicabutnya larangan ekspor Amerika. Harga minyak untuk pengiriman bulan Oktober jatuh $3,08 USD, atau 3,2%, untuk $92.88 USD/ barel di New York Mercantile Exchange. Level harga tersebut merupakan level harga terendah sejak 14 Januari. Minyak Brent untuk pengiriman Oktober turun $2,45 USD, atau 2,4% menjadi $100.34 USD / barel.
Selain imbas ketegangan yang meningkat dalam konflik antara Ukraina dan Rusia, kondisi Libya pun terjadi kendala, bahwa negara telah kehilangan kontrol atas modal Tripoli ke milisi sekutu Islam, yang mempertaruhkan produksi minyak dengan rata-rata hasil sekitar 500.000 barel/ hari pada akhir Agustus. Ketegangan geopolitik berlangsung di seluruh dunia, tetapi para pedagang minyak mentah terfokus pada prospek permintaan. Sementara itu, Nymex blendstock untuk Oktober jatuh 8 sen US, atau 3,1%, untuk $2.5430 USD/ gallon.
0 komentar:
Posting Komentar